Kamis, 29 Juli 2010

Proses

Sejujur nya mood dan mata saya cukup merepotkan siang ini, sedikit sulit di ajak berkompromi. Di karenakan tadi malam saya sempat pergi ke coffe shop dengan salah satu teman saya dan setiap beberapa menit sekali teman saya ini bilang “jangan kamu buat note ya” karena dia terlalu sering mengulang kalimat ini justru membuat saya beranggapan bahwa teman saya ini ingin saya tulis kan sesuatu tentang dia. Baiklah, saya coba…..

Di beberapa tulisan saya, tanpa sadar saya sering sekali mengumpamakan objek tulisan saya sebagai benda, entah itu kopi, entah itu air dalam cawan, entah itu cheetah… sesuai apa saja yg ada di dalam pikiran saya namun sedari semalam saya benar2 kebingungan untuk mengumpamakan teman saya ini sebagai apa.

Saya menolak menyebut teman saya ini bajingan, brengsek atau hal hal yg mengarah ke ‘negatif’ . Dia tidak begitu baik juga tidak begitu buruk, tapi yang jelas saya menolak mengalungkan istilah kasar untuk teman saya ini ini, kejujuran tentang siapa diri nya lah yang melayakkannya.

Di tengah luberan audio di sekeliling kami, saya dan teman saya ini tidak terlibat obrolan yang begitu penting, kami saling mendegar, saling mengungkap, saling bertanya dan saling menjawab tentang siapa kami dan bagaimana dunia kami juga keseharian kami. Tidak ada satupun di antara kami yang mencoba menonjolkan diri, semua berjalan begitu alami seolah penilaian satu sama lain tidak lah begitu penting bagi kami. Kami benar-benar menjadi diri kami sendiri. Kami seperti gambar tanpa bingkai, tidak berbatas.

Di perjalanan pulang saya begitu menikmati kelenggangan jalan seputaran sudirman, saya begitu menyatu dengan kemewahan kota yg sendu ini. Pikiran saya terus memutar “saya harus memperlakukan laki-laki di sebelah saya ini dengan cara apa dan dengan cara apa saya harus menjelaskan dengan dia saya wanita seperti apa” saya merasa saya wajib menjelaskan dengan teman saya ini di karenakan saya sempat kecewa menerima sms dari dia yang saya anggap kurang sopan. Sesampai di rumah teman saya ini memutuskan mampir untuk buang air kecil tapi ternyata kami justru terlibat obrolan lagi, obrolan yang makin meluas sampai jam 4 pagi. Saya menemukan perbedaan antara teman saya ini dengan laki-laki lain. Kalau teman saya ini mencoba peruntungan di dunia keartisan maka saya adalah orang pertama yg percaya bahwa teman saya ini akan gagal. Teman saya ini bukan lah pesandiwara yang baik. Dia terlalu jujur mengungkapkan apa saja yang ada di dalam fikiran nya, dia tidak berbakat menjadi bajingan walaupun fikiran nya nakal dan mungkin kotor. Teman saya ini ‘buta’ akan cara-cara bagaimana memperlakukan perempuan sehingga perempuan bertekuk lutut. Entah pertahanan saya yang begitu kuat, entah memang teman saya ini tidak berbakat menjadi ‘nakal’ yang jelas kami hanya benar-benar berbagi cerita dan mempelajari satu sama lain.

Saya tidak mengeluarkan emosi kemarahan, juga tidak bereaksi keras ketika teman saya ini mencoba untuk lebih ‘dekat’ dengan saya. Awal nya saya cukup merasa aneh bagaimana mungkin fikiran kotor bisa menyergapi otak nya ketika pembicaraan kami tidak kea rah ‘sana’ ketika tidak ada kontak fisik sama sekali di antara kami, bahkan berpegangan tangan pun tidak. Tapi saya sungguh-sungguh tidak marah, reaksi dia saya pandang sebagai sebuah kejujuran, syahwat alamiah seorang laki-laki dan ketika saya menerangkan bahwa saya bukan lah wanita seperti yang dia fikir, ternyata teman saya ini menjadi sangat mengerti dan bisa di ajak berkompromi, bahkan reaksi dia akan penolakan dari saya sungguh di luar dungaan saya.. sampai teman saya ini bilang “mungkin kamu benar, sepertinya ada yang salah dalam diri aku” cara dia menjatuhkan kalimat itu di udara seolah penuh penyesalan dan intropeksi diri. Saya percaya teman saya ini punya pemikiran yang sama kotor nya juga sama bernafsu nya dengan laki-laki lain. Hanya saja dia tidak lihai dalam mengelabui wanita, dia tidak menguasai cara melumpuhkan wanita, dia terlalu jujur.

Bukan kah keputusan yang bijak TIDAK menyebut nya sebagai bajingan??